Ayah Mengapa Aku Berbeda : Tayangan penuh pesan moral yang tinggi!

BERITA ini awalnya dari novel. Lalu dibikin film. Novelnya cukup laku filmnya juga cukup laku. Sekarang dibikin series-nya. Kenapa cukup laku, karena punya pesan moral yang tinggi, pesan yang bagus sekali.

"Bahwa pada saat orang mempunyai kekurangan bukan berarti dia harus menyerah. Dia bisa mengalahkan orang normal sekalipun, kalau dia punya semangat hidup yang tinggi, punya keinginan yang kuat," kata Karsono Hadi, sutradara Tim 1 sinetron-seri Ayah Mengapa Aku Berbeda (AMAB) ketika dijumpai Muntaco Fado dari Tabloid BintangFilm di lokasi shooting dibilangan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur.

Untuk menyampaikan makna itu ke penonton, Karsono Hadi punya konsep kesederhanaan dan menampilkan apa adanya dan tidak terlalu didramatisir.

"Itu yang lebih penting. Karena, ini kan realita hidup. Bagaimana kita meniru, atau mengangkat realita hidup ini ke layar televisi sehingga penonton tidak merasa di-bohongi, makanya segala sesuatunya saya minta detail apalagi menyangkut masalah tehnik berkomunikasi lewat bahasa isyarat," kata Karsono lagi.

Mungkin bedanya konsepnya Karsono dengan sutradara lain dalam mendirect. "Bahwa saya tidak mengarahkan ke sana, atau hadap kiri, tengok kanan, atau tidak. Bukan tehnis, tapi bagaimana saya mengoptimalkan kekuatan pemain. Itu konsep directing saya. Bagaimana saya mengoptimalkan dirinya se­hingga dia merasa, ini miliknya, tidak merasa dipaksa melakukan sesuatu. Dia merasa nyaman, itu baru bisa keluar secara tulus, secara murni, tidak dibuat-buat sehingga dapat berkomunikasi dengan penontonnya. Kalau dibuat-buat, penonton pasti menolak. Penonton kita juga bukan orang bodoh, Makanya banyak penon­ton yang mempertanyakan : apakah anak ini (pemeran Angel] benar-benar bisu ?" ungkap Karsono.

Konsep itu disadari betul oleh Sinemart selaku produser. Maka disediakanlah seorang instruktur, ahli ba­hasa isyarat. Di Indonesia hanya ada 8 orang yang bisa diandalkan dalam kaitan produksi sinetron ini. Salah satunya adalah seorang ahli yang aktif mengikuti kegiatan shooting.

"Nyambung sekali," bilang Karsono ketika ditanya tentang hubungan pengetahuan si instruktur dengan masalah penyutradaraan. " Dalam sistim bahasa isyarat, ada 2 macam. Yang alphabetikal, dan yang ikon, itu bentuk bentuk yang dibakukan. Misalnya bohong,.....begini (sambil memberi contoh) itu sudah baku secara internasional. Di Indonesia juga ada yang dicampur den­gan internasional. Misalnya, Ibu,... begini (dicontohkan lagi). Kalau pemain itu mengeja kalimat, dia bisa pake bahasa alphabet. Tapi kalo ungkapan perasaan, biasanya pake bahasa ikon. Itu baku,.....tidak mungkin salah.

Sudah dipakai di semua sekolah penderita penyandang tuna rungu," tambah Karsono lagi.

Tokoh Angel - yang dimainkan oleh Dinda Hauw - di AMAB ini dari kecil sejak ditinggal mati ibunya, menderita kelainan di indra pendengaran dan bicara, Se­hingga dia hidup dengan single parent ayahnya. Tetapi karena didikan ayahnya itu, dia bukan jadi gadis yang cengeng. Melainkan gadis yang penuh semangat dan percaya diri. Meskipun disekolahnya dia selalu di-bully oleh teman-temannya dan diejek-ejek, karena dia sekolah di sekolah normal. Semangatnya itu bagus sekali : walaupun punya kekurangan, jangan pernah menyerah dan jangan rendah diri.

Memberi nilai tambah

Dinda Hauw yang berperan sebagai Angel dinilai sangat berbakat. Dinda menghafal dua macam bahasa isyarat. "Dia mampu menghafal dialog, menghafalkan juga gerakan-gerakan. Menurut instrukturnya, guru sekalipun belum tentu secepat dia dalam meng­hafal dialog sekaligus menghafal gerakan," puji Karsono soal kemampuan Dinda Hauw itu.

Kemampuan Dinda Hauw, menurut Karsono, juga diikuti oleh Sultan Jorghy yang berperan sebagai ayahnya Angel. Dan Jorghy berusaha kuat untuk memperlihatkan actingnya yang berbeda, sebagai pemeran tokoh protagonist.

"Ini peran saya yang berbeda. Selama ini saya kan selalu antagonis," kata Sultan," ini kesempatan saya un­tuk menunjukkan kemampuan bahwa saya bisa berakting dengan cara yang berbeda."

Menurut pengamatan BintangFilm, kemampuan Karsono Hadi ternyata tidak hanya pandai mendirect para pemainnya, tapi dia juga mampu mengkoordinir bidang-bidang lainnya. Misalnya sektor penata artistic/art director. Ini saat BintangFilm bertandang ke lokasi syuting di TMII saat adegan pertunjukkan musik un­tuk penggalangan dana bagi penyandang tuna rungu. Pertunjukan musik ini memang harus mendekati kenyataan, karena adegan ini menghadirkan anak Ahmad Dhani, Al yang berperan sebagai Disc Jockey.

Ahmad Najiullah selaku penata artistik memahami tugasnya itu. Membngun panggung pertunjukan dengan kelengkapan sound system seperti biasanya pertunju­kan musik.

"Kita bikin sesuai thema. Fungsi artistik kan, itu " ujar Ahmad Najiullah. "Dia harus membuat sesuatu yang sesuai dengan kebutuhan skenario. Sewa pang­gung yang sudah jadi belum tentu cocok dengan sce­nario. Dalam skenario dijelaskan kebutuhan secara geografis, dan secara pengadeganan, jadi kita menterjemahkan begitu.. Itulah fungsi seorang penata artistik/art director menerjemahkan, membangun atmosfir dan menciptakan suasana itu, sesuai dengan kebutuhan skenario. Di atas panggung itu ada adegan interaksi , antara panggung dengan penonton, antara orang yang diluar panggung, dengan orang yang mengisi panggung itu sendiri bagian dari pemeran dalam sinetron. Seperti Dinda Hauw yang tampil bersama Al," tambah Aji, panggilan akrab Ahmad Najiulah.

Begitu juga dengan gedung sekolah. Adegan anak sekolah, tidak menggunakan sekolah yang sudah jadi. Mereka bikin sesuai dengan keinginan cerita. Membangun atmosfir sekolahan sesuai yang dibutuhkan skenario.

"Walaupun kita pindah pindah lokasi," bilang Ah­mad Najiullah, " tidak terasa, bahwa itu ada di beberapa tempat syuting. Ada kontinuitas yang kita bangun, supaya tidak terasa kalo itu berpindah-pindah."

Mengenai rumah, disesuaikan dengan karakter to­koh, Kamarnya juga demikian. Ada rumah Martin (Sul­tan Jorghy), ada keluarga Fira, ibunya Lola. Rumah si Armi (Kaisar Hito). Ibunya Meriam Bellina, ayahnya : Boy Tirayoh.

Aji ini menambahkan, " Ada poin-poin tertentu di-mana kita harus capai. Tetapi tetap harus sesuai dengan kebutuhan skenario. Sesuai dengan karakter tokoh. Be­gitu juga dengan property, alat-alat musik disesuaikan dengan kebutuhan panggung. Mobil, tidak harus mobil mahal. Kita tidak ada target itu. Sinetron ini tidak meceritakan, kemewahan. Termasuk isi rumah, tidak ada yang dilebai- lebaikan."

Jadi jangan heran bila sinetron AMAB telah masuk dalam 5 besar sinetron yang disenangi oleh pemirsa RCTI. Karena selain kemampuan Karsono dalam mendirect, setiap komponen yang berperan dalam pembuatan sinetron ini, telah memberi nilai tambah sehingga sinetron AMAB berhasil menghibur pemirsa.

 

(BINTANG FILM, Edisi 32, Mei 2014)