7 Manusia Harimau : Kerja Keras Berbuah Manis

Sejak tayang pertama kali pada 8 November 2014, sinetron 7 Manusia Harimau (7MH) selalu masuk dalam 5 besar tayangan yang banyak ditonton pemirsa teve. Pemain dan kru produksi pun dituntut selalu kompak dan total, meski harus menjalani syuting setiap hari. Kerja keras mereka berbuah manis, 7MH menjadi sinetron terfavorit da­lam ajang Panasonic Gobel Awards 2015, Kamis (28/5).

Kisah 7 MH bukanlah kisah nyata, melainkan cerita dari mulut ke mulut alias mitos. Entah siapa yang menciptakan mitos itu, namun dongeng tentang jejak harimau sangat mengakar di masyarakat mulai dari Pegunungan Bukit Barisan di Sumatera hingga sampai Gunung Kelud di Jawa Timur. Diketahui, tujuan penyebaran mitos itu adalah untuk menjaga hubungan manusia dengan lingkungannya agar selalu harmonis dan bisa melestarikan lingkungan hidup.

Demikian populernya, kisah 7 MH pernah diangkat ke layar lebar pada tahun 1986. Dengan judul yang sama, film itu dibintangi oleh Ray Sahetapy, El Manik, dan Anneke Putri, dan disutradarai oleh Imam Tantowi. Cerita 7MH pernah pula ditulis secara bersambung di Harian Kompas. Kini, rumah produksi Sinemart mengangkat kembali kisah 7MH di layar kaca, dan tetap meraup sukses dari segi jumlah penonton.

Menurut sutradara 7MH, Karsono Hadi, kesuksesan tersebut merupakan buah manis dari kerja sama para pemain yang dikoordinirnya bersama Rudy Kurwet sebagai penata kamera, serta Robert Santosa sebagai sutradara laga. Ketiganya memadu cerita 7MH dengan komposisi drama, adegan laga, dan ani-masi 3D menjadi tontotan yang berkesan bagi pemirsa. Mereka berhasil memadukan gambar dari 9 kamera yang digunakan oleh 3 tim dengan tiga operator, tetapi saat disajikan kepada penonton terlihat seperti di-kerjakan oleh satu tim.

Mereka memang sampai harus membagi 3 tim produksi karena berkejaran dengan waktu tayang yang setiap hari. Bahkan, kata Karsono, satu hari mereka bisa mengerjakan

2 episode sekaligus. "Awalnya kita masih sama-sama belajar dan mencari hingga menemukan format yang pas tentang setting, tata cahaya, dan Iain-Iain. Misalnya adegannya siang tetapi kita syuting pada malam hari. Sebaliknya adegan malam te­tapi syutingnya pada siang bolong. Atau kondisi cuaca yang tiba-tiba berubah. Misalnya tiba-tiba hujan, syuting tidak boleh ditunda, apalagi berhenti. Mau tidak mau syuting di­lakukan di dalam tenda-tenda. Tapi hasilnya, tidak kelihatan kan, bahwa syuting dilakukan dalam tenda. Nah itu ada kiatnya," ujar Rudy Kurwet tersenyum.

Selain laga, sinetron ini juga memerlukan teknik animasi 3D yang cukup canggih. Seperti adegan ketika para pemain menunggangi harimau. Pada kenyataannya, saat take gambar dilakukan, pemeran hanya menunggangi balok kayu yang dicat biru dengan latar belakang biru (blue screen) pula. Penyelesaian gambar dilakukan di studio 3D di mana ba­lok kayu diganti dengan animasi ha­rimau. Hal yang sama juga berlaku ketika menyajikan gambar bintang buas lainnya yang banyak menghiasi cerita 7MH.

"Untuk proses 3D, sebetulnya memerlukan waktu mingguan bah­kan bulanan untuk memperoleh gambar yang bagus. Sementara da­lam mengerjakan 7MH, kita dituntut mengerjakannya dalam hitungan jam," aku Rudy

Rudy mengatakan, format yang mereka gunakan melalui proses be­lajar "Kami sama-sama belajar, lalu disesuaikan dengan kondisi di lokasi syuting. Awalnya kami mencari-cari format terbaik tentang setting, tata cahaya, dan sebagainya setelah menghabiskan 100 episode. Lalu kami sepakati bersama," urai Rudy.

Ciptakan Tokoh Baru

Mengingat 7MH adalah striping, Karsono Hadi dan kawan-kawan di-tuntut harus mengerjakan 2 episode cerita 7MH dalam sehari. "Artinya, kami harus mengerjakan adegan laga, drama, dan animasi 3D secara serentak dalam sehari, tanpa melupakan standar optimal dan dikerjakan sungguh-sungguh, sehingga punya nilai lebih dan memberikan tontonan yang terbaik meski dengan waktu yang terbatas," ujar Karsono Hadi, yang diamini oleh Rudi Kuwet.

Faktor pemain diakui ikut mengangkat pamor 7MH, dengan kehebatan tim memadukan pemain-pemain yang tidak diragukan lagi pengalamannya dalam sinetron laga seperti Willy Dozan, Samuel Zylgwyn, Sigit Hardadi, Meriam Bellina, dan Adjie Pangestu, dengan wajah-wajah muda yang segar yang kemudian melejit. Wajah-wajah segar yang seiring penayangan 7MH menonjol antara lain Ammar Zoni, Boy Hamzah, Syahnaz Shadiqah, Ranti Maria, Ochi Rosdiana, dan Leon Dozan. "Namanya juga drama, supaya disukai penoton, tentu saja cerita 7MH juga dihiasi dengan drama percintaan," ujar Karsono Hadi.

Kerja keras tim 7MH adalah demi menyajikan yang terbaik bagi penonton. Tidak sekadar enak dilihat, tetapi mengajak penonton dekat dengan cerita yang diadaptasi dari legenda masyarakat yang didasarkan pada tulisan di novel Motinggo Busye, bahwa peristiwa terjadi di Desa Kumayan, Bengkulu. "Makanya kami membuat replika rumah tradisional supaya suasananya mirip dengan suasana di Bengkulu. Ini semua bagian dari kreativitas," ujar Karsono Hadi yang menyulap sekitar 3 hektar kebun mahoni di kawasan Cibubur menjadi Desa Kumaya. Di sana berdiri 6 pintu rumah repli­ka tradisional Bengkulu.

Karsono Hadi mengatakan, ceri­ta 7MH masih berputar pada konflik perebutan kekuasaan dan pengaruh antara siluman Hangcinda dan teman-temannya dengan 7 Manusia Harimau. "Karena sejak awal sudah di-setting, mereka memang bermusuhan. Setiap hari kita ciptakan kon­flik di antara mereka agar ceritanya ditunggu penonton," ujarnya.

Tokoh siluman Hangcinda, menurut Karsono Hadi, sebenarnya ti­dak ada dalam novel Motinggo Bu­sye. "Kita ciptakan tokoh fiktif baru. Itulah Hangcinda yang diperankan oleh Meriam Bellina. Kostum dan riasan Hangcinda dipilih sendiri oleh Meriam yang dia rasa nyaman. Kostumnya beraneka ragam, tujuan-nya agar penonton tidak bosan," ujar Karsono Hadi.

Sosok Hangcinda digambarkan sebagai siluman yang haus ke­kuasaan, egois, dan berambisi ingin menaklukkan mahluk lain, termasuk manusia. Hangcinda berteman de­ngan siluman lainnya bernama Tebat Hijau dan Puyang Maut.

 

(Nova, Edisi 1423, 1-7 Juni 2015)