Tukang Bubur Naik Haji : Sederhana tapi Memikat

 

TBNH Kantongi Penghargaan saat Tembus Episode ke-500

CERITA sederhana yang diangkat dari kehidupan sehari-hari masyarakat, terka-dang memang lebih menarik. Tukang Bu-bur Naik Haji (TBNH) misalnya, sinetron produksi SinemArt itu bercerita tentang kehidupan seseorang bernama Sulam (Mat Solar) yang berkat ketekunan dan kesaba-rannya bisa mengembangkan usaha bubur ayamnya, serta naik haji.

Tayang kali pertama pada 28 Mei 2012, hingga kini sinetron itu masih tayang setiap hari di RCTI. Total, sudah 511 episode. Itu menjadikannya sebagai sinetron terpanjang keempat setelah Cinta Fitri (1002 epi­sode), Putri yang Ditukar (676 episode) dan Islam KTP (558 episode). Bukan tidak mungkin, TBNH mengalahkan ketiganya, karena saat ini masih tayang dan ratingnya bagus.

Apalagi, dalam ajang Panasonic Gobel Awards 2013, TBNH ditetapkan sebagai sine­tron terfavorit pilihan pemirsa televisi. "Jujur, semua ini tidak pernah ada dalam benak kami semua. Apa yang kami raih merupakan kerja keras semua rim kreatif dan para pemain," ujar Imam Tantowi, penulis cerita si­netron itu saat ditemui di kawasan Cibubur, Jakarta Timur, kemarin (3/4).

Setiap sineas, kata dia, tidak pernah bisa memprediksi laku tidaknya karya mereka. Begitu pun dengan dirinya. Selama ini, bersama produser Leo Sutanto, sutradara Uci Supra, pemain dan kru lainnya, dia hanya berusaha menyajikan suguhan yang menarik. Termasuk menghadirkan sosok yang seolah-olah dermawan sejati, padahal hanya mengharapkan pujian orang lain.

"Yang menjadi kebahagiaan saya, ternyata kesederhanaan itu bisa digemari oleh penonton. Dan ternyata hal seperti ini me­mang menjadi daya tarik tersendiri bagi penonton," tuturnya. Dia pun mematahkan anggapan kalau sinetron yang menonjolkan pemain-pemain cantik dan ganteng yang tengah naik daun saja yang akan sukses.

Di TBNH, dia justru menghadirkan beberapa pemain lawas, tetapi sudah tidak perlu diragukan lagi kemampuan dan jam terbangnya. Selain Mat Solar, ada Latief Sitepu, Nani Wijaya, Marini Zumarnis dan Uci Bing Slamet. "Dengan wajah sederhana ternyata bisa digemari juga," ucap pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah, 13 Agustus 1946 itu lalu tersenyum.

Dia semakin yakin kalau kekuatan cerita menjadi kunci utama suksesnya sebuah ka­rya. Cerita sederhana tetapi punya pesan moral dan menginspirasi dalam melakukan kebaikan, itu yang dicari masyarakat. "Ini buat pertimbangan saja,bahwa ada (pemain) yang jelek, disukai penonton," selorohnya. Tetapi bukan berarti asal memilih pemain. Kemampuan akting menjadi pertimbangan utama dalam merekrut mereka. Dia menyandingkan pemain-pemain lawas itu dengan wajah-wajah segar semisal Citra Kirana, Alice Norin, dan Andi Arsyil Rahman.

Co-sutradara Aca Hasanuddin menambahkan, total ada 33 pemain yang terlibat. Sejauh ini, tidak ada kendala berarti yang dialami pemain dan kru selama syuting. "Semuanya berjalan seperti biasa, tidak ada hal yang sulit bagi para pemain (da­lam) mengikuti skenario. Apalagi syuting ini sudah berjalan cukup lama," tuturnya.

Hampir setahun bekerjasama, membuat para pemain sudah layaknya keluarga. Mereka tak sungkan mengeluarkan penda-pat demi hasil yang maksimal. "Sutradara, penulis skenario, saling terlibat dalam pembuatan cerita. Jadi, kami seperti kelu­arga," terangnya.

Hal itu diamini Nova Soraya yang berperan sebagai Romlah. Dia merasa leluasa mengeksplorasi perannya karena diberi kebebasan untuk berimprovisasi. "Di sine­tron ini kami semua seperti keluarga. Kami saling memberikan ide, terkadang kami saling tukar pikiran dengan penulis," ungkap perempuan yang berulang tahun setiap 16 Oktober itu.

Sudah 511 episode, apa tidak jenuh? Menurutnya, tidak. Dia mengaku justru sangat menikmati keterlibatannya tersebut. "Di sinetron ini kami kerja sehat. Kru dan pemain nggak sampai pulang lewat jam 12.00 malam. Apalagi, Sabtu dan Minggu kami libur," pungkasnya.

 

(Indopos, 4 April 2013)