Anak Anak Manusia - Memotret Realitas Sehari-hari Anak Manusia..!

“Ade apaan nih Pok Neli ?"tanya Aisah.

"Kite mau nuntut mpok ui, Sah, supaye nutup warung soto-nye segera," jawab seorang ibu di depan rumah Aisah. Dia tidak sendiri, ada beberapa temannya ikut demo hari itu.

"Lho, kokgitu ?" Aisah masih kurang paham. Ibu-ibu pendemo menjelaskan : "Nih, ibu-ibu pade gak demen, iye kan ibu ibu ?".

"Terus saye akan gimane dong ?"tanya Fatimah, adik Aisah. "Pergi dari kampung ini!" sahut pendemo. "Astagfirallah, maapye ibu-ibu, kami gak setuju kalo warung ini mesti ditutup dan pok Fatimah disuruh ninggalin ni kampung. Apaan sih ni aki-aki, emangnya selame ini empok saye demenin situ ....situ aje yang ke-geer-an kayak laler." balas Aisah dengan bahasa Betawi, pada para pendemo, sambil menunjuk ke seorang kakek-kakek yang ikut demo. Soalnya si kakek-kakek itu nyerocos terus kaya petasan cabe rawit.

Itulah bagian atau penggalan dialog - dengan baha­sa Betawi pasaran - dari sinetron Anak-Anak Manusia, produksi Sinemart Productions. Pengambilan gambar berlangsung di depan sebuah rumah sederhana yang disulap jadi Warung Soto. Pemiliknya adalah Aisah diperankan Omas Wati. Dia kedatangan kakaknya, Fatimah (yang diperankan Ratu Dewi), yang ikut bantuin menjual soto. Fatimah punya wajah cantik dengan tubuh yang bahenol. Dari sinilah mucul gossip, kalau orang laki yang makan soto di sini jadi betah datang ke warung ini karena ma-kanannya, tetapi l.ayanan Fatimah yang membuat ibu-ibu cemburu dan melakukan demo di warung ini. Sementara itu, warung soto milik Mardani (Teddy Syah) jadi sepi. Karenanya, dia dan isteri (diperankan Devi Permatasari] kesal dan ikut ikut berdemo dan manas-manasin.

Untuk adegan ini, dipasang tiga kamera diarahkan ke para pendemo, begitu pula penata suara (sound-man) merekam dialog melalui mikrofon yang ditangani seorang boomer. Disebut begitu (barangkali) karena mikrofonnya berbentuk boom yang diarahkan ke pemain yang sedang bicara. Antara lain terlihat Primus, Edi Riwanto, Fani Fadilah berada diantara pendemo. Omas Wati dan Ratu Dewi ada di dalam warung, keduanya hanya memancing dialog pemain yang berhadapan dengan kamera.

Adegan diambil berulang-ulang. Sutradara H. Agus Ilyas nampaknya kurang puas dengan shoot pertama karena itu perlu dilakukan shoot ulang. Merupakan hal yang lumrah dalam pembuatan film. Tetapi Omas Wati berpendapat lain, ketika berpapasan dengan pengatur jadwal shooting, dia protes : gimana inih, jangan mancing ajah dong, lama lama suara guah habis. Yang inih, kapan ? Sambil mengusap wajahnya. Maksudnya, kapan giliran dia berhadapan dengan kamera. Yang ditanya hanya senyum, karena Omas memang suka bercanda.

Bagian dari kehidupan anak-anak Manusia ?

Sepertinya Agus ingin memotret realita kehidupan sehari-hari anak manusia. "Betul,", Agus llyas membenar-kan pendapat ini. Menurutnya, dari anak-anak manusia yang dimaksud adalah perilaku secara karakter, secara spesifik. Kalau di dalam status sosial terlihat perbedaan bagaimana cara mencari nafkah, bagaimana dia bersikap, bagaimana dia menempuh hidup seperti apa ?

"Apakah aturan agama dipake, apa enggak ? Etika dipake apa enggak ? Itu yang ingin kita singgung, tetapi semuanya itu hanya sebatas permukaan, jadi kita tak ingin terjebak ke hal yang lebih dalam lagi. Mungkin penonton akan merasa kesulitan. Kita justru melihat yang sehari-hari terjadi di masyarakat. Itu yang kita ungkapkan," ungkap Agus Ilyas yang ditemui saat melakukan syuting dibilangan Cibubur, Jakarta Timur.

Ada adegan lain, Misalnya bagaimana agama melarang orang minta sumbangan di jalan yang dengan menggunakan jaring ditambah pengeras suara. "Sebetulnya tujuan-nya baik untuk membangun mesjid, tapi cara seperti itu sebetulnya malah mengecilkan umat muslim," tambah Agus, yang sudah lama terjun di dunia film.

Sebagai sutradara, Agus Ilyas memang menjaga betul hal-hal yang bersinggungan dengan akidah ataupun kaidah. "Saya menjaga betul supaya jangan bersinggungan secara ekstrim. Berhubungan dengan hal hal yang agak sensitif, saya tahan lah. Kita hindari," kilahnya.

Penampilan Omas sebagai Aisah oleh Agus Ilyas di-umpamakan semacam punakawan dalam perwayangan. Bersama Fani Fadilah dan Encik Bagus melawan gossipnya pihak Mardani. Dia memang suka ngegosip, berita kecil bisa jadi besar. Sepadan dengan Selbi, tukang gossip yang tidak lain adalah adik Mardani.

Primus Yustisio itu tokoh orang baik yang mau meluruskan masalah, meski ter kadang terzolimi juga. Semen­tara Malih, lebih dari sekedar pelengkap..

Sinetron ini pada dasarnya ingin menyampaikan bahwa dalam kehidupan itu kita seharusnya tetap memakai aturan, kaidah tetap dipakai. Selain pemirsa terhibur, diharapkan sinetron ini memberikan pencerahan dari pesan-pesan yang disampaikan. Tokoh yang menampilkan pesan itu adalah Haji Mansyur diperankan Edi Riwanto.

 

(BINTANG FILM, Edisi 24, 2 Agustus 2013)