Dinda Hauw : Pakai Hearing Aids Tiap Hari

Saking menjiwai perannya, Dinda Hauw, pemeran Angei dalam sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda, dikira tunarungu beneran. Bagaimana Dinda menghayati perannya?

Melihat akting Dinda Hauw (18) sebagai Angel dalam sinetron Ayah Mengapa Aku Berbeda (AMAB) The Series, siapa pun pasti mengira dia benar-benar tunarungu. Bukan hanya ekspresi-nya, tapi cara bicaranya yang gagu membuat orang tidak menyangka bila Dinda sebenamya normal.

Bagi Dinda, menjiwai karakter yang diperankan sangat penting dibanding hanya tampil cantik. Karena itu, sebagai Angel, seorang gadis tuna rungu yang polos dan lugu, Dinda juga rela terlihat polos.

Dia menolak bedak tebal, lipstik atau bahkan bulu mata. "Angel kan gadis yang polos dan lugu. Dia tidak suka berdandan. Makanya, saya harus bisa mendalami karakter itu. Saya tidak takut tampil jelek, kok, bila skenarionya memang menuntut seperti itu," ujar Dinda saat ditemui Nyata di sela syuting AMAB di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Senin (24/3) sore.

Ketika diwawancarai Nyata, Dinda selalu pakai hearing aids (alat bantu dengar untuk orang-orang tunarungu). Bah­kan, Dinda mengaku, dia tidak melepas alat tersebut hingga pulang ke rumah. "Alat ini membuat saya menjiwai karakter Angel yang tunarungu. Makanya, saya tidak lepas dari alat ini," ujarnya.

Observasi

Dinda mengakui, pada awal memakai hearing aids, telinganya terasa gatal. Selain itu, karena hanya memakai alat itu sebelah, telinganya seperti tuli sebelah. Sebab, bila hearing aids dihidupkan, terdengar suara besar sebelah.

Sedang bila dimatikan, justru akan menutup telinga, sehingga suara hanya terdengar sebelah. "Kalau rambut menutup telinga, saya suka tidak kedengaran suara orang lain. Tapi, sekarang saya sudah terbiasa, kok," terang gadis kelahiran Palembang 14 November 1996 itu.

Sebelum bermain sinetron AMAB The Series, Dinda lebih dulu bermain film layar lebar dengan judul yang sama, tahun 2011 lalu. Bedanya, sebelum berakting dalam film AMAB Dinda punya waktu untuk reading, dalam sinetron dia tidak ada waktu.

"Tapi, memang sinetron AMAB ini sudah dipersiapkan sejak tahun 2011 lalu. Karena sinetron panjang, scrip-nya ditambahin. Konflik ditambah, pemain-nya juga ditambah," terangnya.

Peran Dinda sendiri sama, yaitu se­bagai Angel, gadis yang tunarungu sejak kecil. Peran itu sangat menantang. "Sebelum main film dulu, saya harus observasi ke Yayasan Tuna Rungu dan belajar bahasa isyarat. Nah, karena sebelumnya sudah punya pengalaman, sekarang saya tinggal mendalami pe­rannya saja," ujar gadis cantik itu.

Meski pernah observasi ke Yayasan Tuna Rungu dan belajar bahasa isyarat ketika syuting film AMAB tahun 2011 lalu, bukan berarti saat syuting sinetron AMAB The Series tidak ada kesulitan.

Penyuka sushi itu meng­aku tetap kesulitan. "Awal-awal agak susah hapalinnya. Rasanya ribet banget. Syukurlah, se­karang sudah biasa," katanya.

Namun, selama syuting Dinda tetap ditemani guru bahasa isyarat. Namanya Pak Jailin (52), seorang guru SLB Negeri 4 Jakarta Utara, Tanjung Priok, yang sudah berpengalaman selama 30 tahun.

"Jadi, selama syuting, Pak Jai selalu mendampingi saya sampai syuting selesai," kata Dinda sambil mengenalkan guru bahasa isyaratnya.

Kehadiran Pak Jailin sangat penting bagi Dinda. Sebab, dia tidak boleh salah menggunakan bahasa isyarat. Karena itulah, setiap kali akan syuting, dia bela­jar dulu sama Pak Jailin.

"Pak Jai juga mengajari bahasa isyarat kepada Oma Mieke Wijaya, yang jadi nenek saya, dan Om Sultan Djorghi yang jadi ayah saya, dan Ferly," beber Dinda. "ini Pak Jai selalu bawa buku tebal. Kamus bahasa isyarat," sambungnya sambil menunjukkan kamus tersebut.

Bagi Dinda, memelajari bahasa isya­rat sangat sulit. Namun, dia tidak menyerah. Dia berusaha terus memelajari, dibantu Pak Jai. Sebelum syuting dimulai, di lokasi syuting dia selalu tanya ke­pada Pak Jai.

"Saya hapalin langsung di lokasi syu­ting, karena saat beradegan AMAB, saya harus lancar pakai bahasa isyarat. Soalnya, Angel kan seorang tunarungu sejak lahir. Jadi, saat besar, dia harus hapal dan lancar banget pakai bahasa isyarat," kata Dinda seraya menambahkan bahwa guru bahasa isyarat saat syuting film dan sinetron berbeda.

Sering Pindah Lokasi

Dinda merasa, bermain AMAB The Series dengan film AMAB sangat ber­beda. Sinetron lebih detail, karena episodenya lebih panjang. Selain itu, syutingnya juga lebih cepat.

"Pokoknya, saya harus ngasah otak banget, deh. Saya harus belajar piano, karena tidak bisa main piano. Saya harus bisa hapal naskah dengan cepat. Harus ngapalin bahasa isyarat dengan cepat. Dan itu tentu tidak mudah," bebernya. Kesulitan lain yang dirasakan Dinda adalah harus siap pindah lokasi syu­ting setiap hari. Sebab, lokasi rumah, sekolah, dan lainnya berjauhan. Seperti saat ditemui Nyata, Dinda harus pindah lokasi dari Green Garden Jagakarsa Jakarta Selatan ke Jl Benda Kebayoran Baru, kemudian kembali lagi ke Green Garden. "Dalam sehari saya bisa pin­dah lokasi dua sampai tiga tempat. Saya suka naik ojek supaya cepat. Pokoknya melelahkan, deh," ujarnya. Meski begitu, Dinda bersyukui, banyak pononton yang kagum dengan aktingnya. "Mama teman-teman saya suka tanya, itu dia tunarungu betulan? Itu menunjukkan kalau saya mampu mendalami peran tersebut," ujar Dinda.

 

(NYATA, Edisi 2230, I April 2014)