Pashmina Aisha : Susahnya Membangun Dua Karakter Yang Berbeda

Ini cerita tentang wanita kembar. Yang satu bernama Pashmina diperankan oleh Aura Kasih. Satunya lagi Aisha, diperankan oleh Aura Kasih juga. Karena itu Aura harus betul betul konsentrasi dengan dua peran ini.

"Capek lho main dengan dua karakter," kata Amin Ishaq, co-sutradara sinetron Pashmina Aisha saat ditemui Muntaco Fado dari Tabloid BintangFilm yang menyambangi syutingnya di studio Persari, Ciganjur, Jakarta Selatan.

Menurutnya, bermain untuk dua peran kembar, tidak mudah. Susah banget, harus aktor atau aktris yang bener bener capable, benar-benar mau untuk membedakan dua perannya. Dari masalah phisik maupun secara karakter. Dia menegaskan, "..secara phisik gampang, bisa dibangun dengan costum. Tetapi yang susah adalah membangun karakter."

Saat BintangFilm datang, kesibukan syuting sin­etron produksi SinemArt ini begitu tinggi. Amin Ishaq sedang memberi aba-aba pada Aura Kasih dan Ani Anwar yang  berperan sebagai Dinar ibunya Rehan (Giovani TobingJ. Tampak  Aura Kasih sebagai Pashmina ketika bertengkar dengan Dinar di koridor rumah sakit. Masalahnya,  Dinar dianggap sebagai penyebab Aisha mengalami kecelakaan sampai masuk ke ruang ICU.

Setelah itu scene itu usai, Amin Ishaq segera memerintahkan crew merubah set untuk adegan selanjutnya. Pekerja dari tim art mendorong dinding palsu koridor, memindahkan ke tempat yang aman dari jangkauan kamera. Ditempat yang sama disiapkan kamar dengan perabotan medis layaknya sebuah ruang ICU. Di dalamnya ada Giovani Tobing, ada seorang anak perempuan berbaring ditempat tidur, dan Aura Kasih. Kali ini dia berakting jadi Aisha.

Intensitas yang tinggi itu memberikan gambaran betapa untuk membuat sinetron stripping dengan me-nampilkan seorang bintang memerankan dua peran sekaligus, bukan pekerjaan mudah. Tampil dengan dua karakter dalam waktu yang hampir bersamaan, jelas menuntut kerja Aura Kasih.

"Tiap manusia walaupun kembar, karakternya pasti beda beda. Nah untuk memainkan dua karakter dalam satu sinetron striping itu susah, berat. Alhamdullilah, Aura bisa memerankannya. Tapi Aura memang harus ekstra keras," ungkap Amin, yang sering mengingatkan seperti "Pashmina-nya mana ? Ayo Aisha-nya mana ? Itu yang paling penting, itu yang saya jaga. Karakter Pashmina dan Aisha."

Aura Kasih  ditemui mengakui bahwa dia sering lupa, mestinya   jadi Pashmina dia berakting Aisha, be­gitu juga sebaliknya. "Alhasil para kru jadi ketawa,"  kata Aura Kasih sambil senyum kecil. Dan buat Aura, kekeliruan itu sangat manusiawi. Itu terjadi pada  awal-awalnya, sekarang ini semuanya sudah berjalan lancar. "Sudah bisa memisahkan harus berakting Pashmina  atau Aisha," jelas Aura Kasih. Dan yang tidak kalah sibuknya adalah tugas seorang soundman alias penata suara. Ini terlihat ketika ada adegan - ditempat yang sama - pertengkaran antara Dinar dan Rehan, Dinar dengan Pashmina serta Sony (Baim Wong).

Adegan ini bukan hanya adu mulut tetapi dialog saling sahut menyahut, menggambarkan pertengkaran yang tak terhindarkan. Untuk adegan seperti ini, petugas sangat penting adalah soundman. Crew yang satu ini duduk berdampingan dengan sutradara merekam suara sekaligus gambar dalam video cassette. Berbeda dengan pembuatan film yang menggunakan celluloid, soundman tidak harus dekat dengan sutradara. Untuk sinetron, antara soundman dan sutradara saling ber­dampingan. Petugas soundman itu adalah Ary Botel. Dia adalah satu dari 3 penata suara di lokasi shooting. Kendala apa yang sering ditemuinya ?

"Biasanya soal kebutuhan alat. Kebutuhan yang tidak siap di lapangan bisa menimbulkan masalah. Contohya : wareless-mike, mikropon tanpa kabel. Salah satu yang mendukung sound di sini, adalah wareless. Bukan barang mahal, tetapi harus ada. Pernah terjadi benda tersebut tidak ada ketika dibutuhkan. Akhirnya dialog direkam melalui boom-mike, mikropon besar yang bentuknya seperti boom," tutur Ary Botel, yang menjelaskan karena bendanya itu disebut boom-mike, maka petugasnya dipanggil boomer.

Menurut Ary Hotel, merekam suara beberapa  pemain yang sedang bertengkar, tidak sesulit suasana yang diganggu bunyi bunyian, seperti suara motor, atau tukang bakso dan suara lain yang cukup keras. "Kalau ini tidak segera ditanggulangi, ini merupakan kendala yang serius, karena mengakibatkan shooting tertunda sampai suara-suara itu hilang. Apalagi shooting adegan di rumah sakit yang membutuhkan suasana tenang," je­las Ary Botel.

Dan memang untuk sinetron banyak digunakan sistim direct-sound, perekaman langsung audio. Bukan dengan sistim dubbing, pengisian suara/dialog belakangan. Atmosfir dari direct-sound memang lebih dapat, karena para bintangnya memang spontan melakukan dialognya sesuai arahan sutradara. Sementara dengan sistim dubbing, atmosfir tidak muncul seratus persen.

Jadi kalau pemirsa melihat begitu "hidup"nya pertengkaran antar pemain dalam satu frame, itu tidak lepas dari kepiawaian seorang sound-man yang mampu menangkap dan membagi suara masing-masing pemain dengan emosi yang diinginkan.

Kerja keras para sound-man benar-benar perlu diacungkan jempol. Re-take atau adegan ulang jarang terja­di hanya karena sound-man-nya kurang cermat. Alhasil, syuting yang lokasinya mengambil di studio Persari berjalan lancar. Terlihat ada kerjasama yang erat antara kru, bintang dan produser untuk menghadirkan sin­etron Pashmina Aisha, sebagai sinetron yang jempolan. Dan ini terbukit, karena dalam waktu singkat, sinetron yang disutradarai oleh Epoy S. Pradipta, mendapat tem­pat yang baik di hati pemirsa dan berada alam urutan 5 besar sinetron yang disukai pemirsa.

 

(BINTANG FILM, Edisi 31, April 2014)