Ammar Zoni : Sempat Bengal dan "Tersesat"

Melalui akting dan aksi laganya, pemeran Rajo Langit di sinetron 7 Manusia Harimau ini berhasil memikat pemirsa. Namun, siapa mengira jika cerita hidup Ammar di masa kecil lah yang membentuk karakternya sekarang. Ammar sempat "dibuang" Sang Ayah ke kampung halamannya di pelosok Sumatra Barat.

Sinetron 7 Manusia Harimau (7MH) yang tayang di RCTI sejak 8 November 2014 berhasil menarik perhatian penggemar sine­tron Tanah Air. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Motinggo Busye, sinetron ini dibintangi sederet aktor kawakan (Willy Dozan, Merriam Bellina, Adjie Pangestu, dan Sa­muel Zylgwyn).

Bersama mereka pula terdapat Ammar Zoni (21) pemeran Rajo Langit. Tokoh berkarakter tempera­mental dan selalu tidak sabar ini dinilai sukses diperankan pria bernama asli Muhammad Ammar Alruvi itu. Selain aksinya, pemirsa juga dibuat penasaran akan ketampanannya.

Sebelum membintangi 7MH, pria kelahiran Depok, 8 Juni 1993 ini bisa dibilang masih "hijau". la baru aktif di dunia hiburan pada 2013, dalam si­netron Khanza 2 bersama aktris Velove Vcxia. la juga ikut andil dalam sinetron Kita Nikah Yuk dan Rahasia Kasih, serta menjadi bintang iklan bersama Agnes Monica. Dan melalui peran Rajo Langit di 7MH lah, Ammar mulai menjadi idola baru di du­nia hiburan.

Tanpa bermaksud memuji dirinya, Ammar berkata ia memang menyukai karakter yang ia mainkan tersebut. "Saya merasakan soul-nya. Saya juga bisa menyalurkan bakat bela diri silat yang saya punya. Di da­lam tubuh saya juga mengalir darah Minang, yang tambah memudahkan saya berakting," ucapnya senang.

Tekuni Silat Luncua

Terlahir sebagai sulung dari 3 bersaudara dari pasangan Suhendri Zoni dan Sri Mulyatini, kehidupan Ammar ternyata punya kisah menarik. Saat kelas 6 SD, ibunda tercintanya meninggal dunia. Sejak itu ia tumbuh menjadi anak yang bengal, yang tak jarang membuat ayah-nya kehabisan rasa sabar. Kemudi- an kelas 1 SMA, Am­mar pun dikirim ke Muara Labuh, Solok Selatan, Sumatera Barat. "Lelah menangani saya, Ayah mengirim ke kampung halamannya. Saya tinggal sama kakek, Gandhi Raisan Alravi. Beliau keturunan Pakistan yang menikah dengan nenek saya dari suku Minang," kenang penggemar Leonar­do Di Caprio ini. Keputusan tersebut diambil ayahnya lantaran Ammar menjadi pribadi yang susah diatur. Bayangkan, sejak lulus SD, Ammar pindah sekolah hingga lebih dari 10 kali. Mulai dari sekolah di Jakarta, Batam, Bandung, hingga kemudian berlabuh di Solok Selatan.

Kali pertama menginjak Tanah Minang, Ammar jelas terkaget-kaget. la melihat tak ada minimarket. Hanya ada pasar tradisional. Itu pun cuma buka di hari Senin dan Kamis. Kala itu, Ammar mulai berpikir mengapa ayahnya setega ini? "Saya sempat stres 5 bulan dan tidak se­kolah. Istilah orang Minang bilang, alam takambang jadi guru, artinya biar alam yang mengajar kamu."

Benar saja, justru di Solok Sela­tan, ia memetik banyak pelajaran. "Sejak tinggal dengan kakek, saya jadi banyak belajar tentang kehidup­an," kata Ammar yang memisalkan, kalau mau jajan maka ia harus terle-bih dulu bekerja, menggarap sawah, mengurus kebun, menderes getah, memelihara walet. "Kemudian baru kakek memberi saya uang."

Intinya, Ammar belajar cara hidup dan sopan santun. "Usia kakek saya sudah 103 tahun, masih sehat. la menjabat semacam ketua adat di sana. Kalau berbicara dengan beliau, pantang bagi saya menatap langsung matanya. Saya mesti menunduk. Itu bagian dari kesantunan," terangnya.

Ajaran itulah yang ikut membentuk karakter Ammar jadi lebih baik dan akhirnya mau "berdamai" de­ngan alam. Pasalnya kata Ammar, jangankan mal, di sana listrik pun langka. Hanya ada lampu tungku atau obor. la pun harus berpisah dengan ponsel dan perangkat gadget mo­dern lainnya. "Jadi kalau mau menelepon orangtua atau mereka kangen, saya harus pergi ke rumah paman di dekat ibukota. Di sana ada telepon. Itu pengalaman luar biasa. Saya jadi menghargai tali silaturahmi. Ternya­ta, saya sadar kasih sayang ayah begitu besar," akunya.

Di sana pula, Ammar berkenalan dengan silat luncua, silat asli dari Muara Labuh. Dua tahun menekuni-nya, ia lalu bergabung dengan Perguruan Pencak Silat Garuda Putih (PSGP). "Mewakili PSGP, saya berla-ga di sejumlah kompetisi. Salah satunya, Pekan Olahraga Daerah (Porda). Saya juara 2 untuk pencak silat kategori silat laga, serta ikut peragaan silat melayu di Malaysia. Kemenangan di Porda menyadarkan saya betapa silat mulai ditinggalkan generasi muda," kata Ammar serius.

"Rawat" Amazoners

Ammar pun sudah berencana, kalau pulang ke Jakarta akan membuka sekolah bela diri pencak silat. "Apesnya, di Jakarta saya malah 'tersesat' ke dunia model lalu jatuh cinta pada suasana di lokasi syuting, ha.. ha..ha..!" celotehnya.

Tersesat yang dimaksud Am­mar adalah setelah melihat aksi Iko Uwais di film Merantau yang ia tonton di bioskop. "Saya ihat aksinya keren banget. Saya pikir, kalau Iko bisa, kenapa saya enggak? Basic silat saya punya. Tampang juga beda tipis lah, ha..ha..," candanya. Sejak itulah, ia mulai menguatkan niat menjadi aktor. "Saya fokus, enggak mau hanya sekadar figuran," tegasnya.

Tak mau asal instan, Ammar pun belajar di sekolah akting Sakti Aktor Studio (SAS) milik Eka Sitorus. "Pas ujian monolog, teman saya Johandy Yahya mengajak main film, ikut syu­ting bareng Om Joe (Taslim) untuk film The Raid 3. Saya lalu latihan 5 bulan. Tapi, sayang produksi filmnya batal. Ya, mungkin kegagalan tadi adalah sukses yang tertunda," ujar Ammar yang akhirnya menerima tawaran main di sinetron 7MH.

la pun yakin betul, seorang aktor harus terus belajar mendalami berbagai karakter manusia. "Saya terus bersyukur hingga saat ini. Penonton lebih kenal Rajo Langit dibanding Ammar Zoni. Senang karena berhasil menghidupkan karakter yang sebenarnya tidak ada di cerita aslinya," jelas penyuka hitam ini.

Kesuksesannya tersebut pun turut mengundang kabar kedekatan-nya dengan lawan jenis di sinetron 7MH. Sebut saja Syahnaz Shadiqah, Ochi Rosdiana, dan Ranty Maria. Namun, sambil mengibas tangannya, Ammar mengelak. "Sampai sekarang saya belum punya pacar. Masih ingin fokus pada pekerjaan. Kalau sudah berada di zona nyaman, mungkin baru beralih ke sana," tandasnya.

Selain terus belajar soal akting, Ammar juga "merawat" ribuan penggemarnya yang disebut Amazoners. Mereka umumnya kalangan remaja yang kerap datang ke lokasi syu­ting, sekadar bertemu dan ada juga yang memberinya beragam hadiah. Tapi, beda halnya kalau penggemar yang datang dari kaum ibu. "Mereka sering ajak saya bercanda, foto ber­sama, ada juga yang cium dan cubit saya. Senang aja, sih, bangga karena tanpa disadari mereka yang membakar semangat saya untuk terus berakting lebih baik lagi," janji Am­mar yang masih menyimpan keinginan bermain film laga di layar lebar. "Saya berharap dapat penghargaan sebagai pemain film," tegas Ammar yang kini tinggal bersama ayahnya di Depok, Jawa Barat.

 

(Nova, Edisi 1406, 2-8 Februari 2015)