Tukang Bubur Naik Haji : Ceritanya Membumi dan Tidak Mengada-ada..!

RUMAH Produksi Sinemart boleh berbangga diri. Karena sinetronnya Tukang Bubur Naik Haji (TBNH] The Series - sampai berita ini ditu runkan — telah mencapai 1.020 episode sejak tayang perdana pada 28 Mei tahun 2012 lalu. Dengan begitu, sinetron garapan sutradara Ucik Supra yang tayang di RCTI ini telah melewati rekor diatas 1.000 episode yang pernah juga dicapai sinetron Cinta Fitri (Produksi MD Production]. Tukang Bubur Naik Haji telah melewati jumlah episode sinetron Putri yang Ditukar se-banyak 676 episode.

Kelebihan lain, pencapaian TBNH lebih dari 1.000 epi sode itu berlangsung tanpa henti. Tidak seperti Cinta Fitri yang dibuat dengan beberapa season.

"Jadi setelah melewati angka diatas 1.000 episode, rencananya penghargaan sebagai sinetron dengan episode terbanyak akan diberikan oleh MURI," kata Dani Sapawie, produser pelaksana sinetron TBNH.

Saat mulai memproduksi sinetron ini, Dani dan tim mengaku tak pernah membayangkan bisa sampai di epi­sode ke-1000. "Sinetron ini kan bercerita tentang potret kehidupan masyarakat, di mana masalah itu akan selalu ada. Makanya cerita di sinetron ini mengalir terus sampai ke angka 1000. Mudah-mudahan bisa sampai episode selanjutnya dan tetap disukai penonton," harapnya.

Hal senada dikemukanan oleh Latief Sitepu pemeran tokoh antogonis Haji Muhidin. "Sedikit saja nggak nyangka sampai begini dahsyat. Seluruh pemain bersyukur telah di­berikan berkah sampai seribu episode," kata Latief Sitepu, saat acara syukuran 1.000 episode yang dihelat Sinemart dan RCTI pada 24 pekan silam di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta.

Latief juga merasa bangga karena sinetron Tukang Bubur Naik Haji berhasil diminati para penonton di Malay­sia dan Singapura. Di lain sisi, Latief sendiri merasa heran karakter antagonis yang diperankannya malah disukai penonton.

Yang jadi pertanyaan, apa sih yang menarik dari sin­etron ini sehingga mampu bertahan dan disukai ?

Membumi

"Jelas ceritanya. Ceritanya itu 'kan cerita sehari-hari. Membumi dan tidak mengada-ada. Mengalir begitu saja. Kekuatannya di situ. Jadi saya semakin yakin kalau sin­etron itu ceritanya membumi, merakyat, menghadirkan persoalan sehari-hari, tidak mengada-ada kayak cinta kasih yang aneh-aneh, pasti penggemarnya banyak. TBNH telah membuktikan itu," kata Ucik Supra, sutradaranya.

Bukan karena bintang-bintang pendukungnya ? Untuk itu Ucik tidak begitu cocok dengan star system. Ucik menunjuk, pada awalnya TBNH dibintangi oleh bintang-bin­tang tua, yang kemudian dikombinasikan dengan bintang muda.

"Buat saya, bintang tua bukan masalah. Yang penting pas karakternya. Biarpun muda, cantik dan ganteng, kalau nggak pas karakternya ya susah dan nggak jalan. Biarpun tua, kalau karakternya pas ya masuk. Contohnya Latief Sitepu yang memerankan tokoh Haji Muhidin atau Lenny Charlote yang berperan sebagai Mak Enok. Karakter mereka pas. Mereka itu adalah tokoh yang sangat dikenal, tidak disukai, sekaligus dirindukan oleh masyarakat. Kalau ada mereka pasti heboh. Karena mereka bisa jadi contoh hiduplah. Memberi contoh hidup, yang baik ditirulah, yang tidak baik dibuanglah. Itulah dakwah yang disampaikan oleh Imam Tantowi selaku penulis cerita dan scenario sin­etron TBNH ini," papar Ucik lagi.

Makanya kunci keberhasilan dari TBNH ini ada pada Imam Tantowi. Kalau ceritanya macam begitu, menurut Ucik, sutradara siapa saja pasti laku.Makanya kalau ditanya kapan endingnya dari sinetron ini,"...saya bilang selama manusia masih punya persoalan, nggak akan ada endingn­ya. Nggak akan selesai. Nah, manusia yang ada di TBNH itu nggak ada habis-habis persoalannya. Persoalan Kardun, Bos Romlah, Robby dan Rumana, Tulang Togu, Emak Haji, Haji Rumi, Rahmadi, Rere dan banyak lagi yang lainnya, tidak pernah habis. Apalagi dengan tambahan bintang-bintang baru, membuat sinetron ini akan terus menarik," tukas Ucik, yang tetap percaya kalau TBNH sampai pada lebih dari 1.000 episose, itu karena peran Imam Tantowi. "Bukan sutradara..," tambahnya.

Tapi ketika ditanya tentang kualitas - bukan hanya pada sinetron TBNH - Ucik hanya mengangkat tangan. Ka­rena menurutnya, pada sinetron stripping tidak ada lagi perhatian segi kualitas. "Untuk bernafas aja sulit. Begitu-lah perumpamaannya. Karena syuting hari ini untuk tayang nanti malam, bagaimana bisa berpikir soal kualitas. Yang kita pikirkan bagaimana itu ada tayangan. Tapi satu yang perlu dicatat, meski begitu kita menyiapkan cerit­anya seperti kejadian sehari-hari. Makanya masyarakat akrab dengan sinetron TBNH ini," ungkap Ucik lagi.

Tidak Jaim

Lebih lanjut Ucik mengatakan, dalam menggarap sin­etron stripping, sudah tidak ada lagi kaidah-kaidah sinematografi. "Udah nggak main, nggak laku.." Secara jujur Ucik mengatakan, bahwa kalau tidak ada duitnya, barangkali dia sudah tidak betah di sini. Tapi karena ada duitnya, ya dijalani aja. "Melihat kondisi seperti ini dalam hati berontak. Tapi segera terhibur, karena dapat duit. Ha..ha.. Hiburannya dapat duit. Ya paling nggak saya sekarang su­dah berada di atas garis kemiskinan. Saya udah nggak mis-kiri lagi. Ha...ha..," seloroh Ucik, yang mengaku meski kini berlimpah uang tapi dia tetap Ucik Supra yang dulu. Ngobrol dan makan bersama kru. Dia tidak pernah memperdulikan soal jaim, jaga imej. Masih makan dan nongkrong di warteg . Ucik mengaku tidak pernah bisa makan nasi kotak. "Enakan nongkrong sambil angkat kaki di Warteg. Lebih bebas. Ha..ha..," katanya.

Karena dia merasa bukan sutradara hebat, jadi tidak perlu tampil yang aneh-aneh, apalagi berubah. Dia lebih tenang menjadi diri sendiri. Nggak mentang-mentang. Ka­rena itu bukan watak dan budaya dirinya. Meski diakuinya dari TBNH hidupnya kini jauh lebih baik. "Saya bukan sutradara hebat. Pret...! Terus jaim, terus jaga wibawa. Saya hanya orang beruntung, dikasih duit lewat kerja saya sebagai supervisi. Saya percaya, itu semua karena karunia Allah. Allah telah memberikan rezeki pada saya, sete­lah sekian tahun nganggur. Makanya, ketika saya mau beli mobil baru pun masih mikir. Karena takut ada orang yang syirik. Tapi karena saya perlu, yah..saya beli juga. " tukas Ucik yang kini tinggal di apartemen dibilangan Cibubur dan wara-wiri naik mobil Mitsubishi Pajero. Sambil tetap tak lupa memenej keuangannya dengan baik. Sebab dia melihat banyak teman-temannya yang miskin, setelah dulunya berjaya. "Saya nggak mau seperti itu," kata Ucik, yang selain masih dipercayai menangani TBNH, Sinemart juga menugaskan dia untuk menggarap sinetron Badut-Badut Kota.

 

(BINTANG FILM, Edisi 28, Januari 2014)